23 January 2010

i lov my swet heart

Your sweet as honey, Your pure as Gold, Your light as air, You lift my soul, You say sweet words, You lay and sleep, You've given so many nights for me, Your pure at heart, You share your love, You've given me all of the above, You say you love me...And I love you, And so I'd like to give something to you, A promise that should never break, A promise I could never fake, My hand is yours, My life is too, As we walk together, I'll limp with you, So dont despare for I am here, Waiting for you to get so near, Not long to wait, These restless nights, And days weve had to stand and fight, Ones heart desires to not give up, For what will come will be enough, More than a dream, I've longed for you, That beautiful man, So sweet, So true, And now I'll finnish with a line, To make you smile, and laugh, not cry, So here it goes, From whiterose to the dew, I love you, My lovely, Sweetheart....

wen d wind howls

When the wind howls and..
Blows me away with the sand..
The moon takes place..
Shooting darkness at my face..
I stay captive - But no one knows..
For it only happens when I'm alone..
The show begins as it displays my fears..
My heart beat quickened as I burst in tears..
Then I feel the warmth of your arm..
Clinging around me like a charm..
I hold on you tightly, then try to call..
To make sure you hold me and not let me fall..
Suddenly everything comes back in place..
As the sun locks the moon away in it's case..
When the light fills my eyes I silently pray..
For your love to be with me everyday!

i love u

I never can find the right words to say,
I just go with the flow each & everyday.
I never knew there could be love like this,
In a world full of cayos its always you i miss.
If there was one thing I could ask Allah for,
I would tell him that its you i adore.
My heart skips a beat when i hear the door,
because i know its you coming back for more.
Since we had the love together,
I know we can withstand any kinda weather.
I will make dua for you and me,
that we can be in Jennah and always be.
I will love you forever,
you have the key to my heart,
you unlocked it so now we can never part.
My eyes are full with tears,
but I'm not going to cry,
I just cant wait for the day that i die.
The sooner that happens,
the sooner it will be.
With Allah's mercy,
Just You and Me.

22 January 2010

IF I COLD

If I could save time in a bottle
the first thing that I'd like to do
is to save every day 'til eternity passes away
just to spend them with you

if I could make days last forever
if words could make wishes come true
I'd save every day like a treasure and then
again I would spend them with you

if I had a box just for wishes
and dreams that had never come true
the box would be empty except for the
memories of how they were answered by you

but there never seems
to be enough time to do the
things you want once you find them
I've looked around enough to know that
you're the one I want to go through time with
I hid you for a long time
the way a branch hides its
slowly ripening fruit among leaves,
and like a flower crystal of ice
on a winter window

you open in my mind.
In my heart I keep
the sparkle of your eyes
the tender warmth of your smile
the small tilt of your head
the delicate curves of your soft body
and I dream
dream of holding you close
caring for you, protecting you
and loving you always.
When I think of love ...
I think of roses and red hearts ...
quiet walks ...
and very soft, tranquil music ...
I envision an eagle taking flight on a crisp fall morn ...
the first snowflake in the winter ...
and the sound of the first robin in the spring ...
I envision a glorious sunrise ...
a spectacular rainbow ...
and stars brightly shining on a summer night ...
But most of all, I envision you ...
your eyes radiating warmth, joy and vibrance ...
and the tender feelings in my heart
from your friendly smile.

itz really love ???

Is it really love?
or is it just a passing feeling
am I not convinced?
a bit uncertain of the feeling

Is it the way you make me feel?
so warm with joy and laughter
or could it be the happiness
from moments spent together

The lasting bliss, the kiss I miss,
The sweetest thoughts without a touch
The heart that hurts and bears a scar
thinking how far away you are

You're on my mind most of the day
And at night I go to bed and pray
An angel soft and gentle as you
Would make my sweetest dreams come true

Thinking about you alone or in class
Writing your name on my bathroom window glass
Wishing you were here
To love hold and care
Wishing I had you with me
To cherish and to stare

Into your soft and beautiful eyes
As we both travel to the skies
And mingle with the stars above
But is it really love?

Our Love

Our Love

As long as there is love, I will cherish you.
As long as there is life, I will love you.
As long as the stars shine above, I will want you.
As long as there are waves in the ocean, I will need you.
As long as there is heaven above, there will always be our love.

pemuja rahasia

Hari ini adalah hari pertamaku memasuki dunia perkuliahan. Aku merasa senang, tapi juga merasa deg-degan tuk mulai menapakkan kakiku di kampus yang selama ini aku impikan. Tapi sialnya, aku bangun kesiangan, sehingga aku terburu-buru dan bisa dikatakan AKU TERLAMBAT!
Sesampainya di kampus baruku, aku pun tergesa-gesa masuk. Payah! Semua ini gara-gara tadi malam aku nonton DVD sampai larut malam. Coba aku dengerin omongan ibuku untuk segera beristirahat agar esok hari aku bisa ceria dan bersemangat untuk bertemu dengan teman-teman baru di kampus baruku itu. Percuma aja aku nyesel…. Huuh…. Aku harus lari lebih kencang lagi ne…
BbRrruuuaaaaKkkk………………!!!!!
Tak sengaja aku menabrak seorang cowok, dan ternyata dia sama-sama mahasiswa baru seperti aku, dan kesamaannya lagi, ternyata dia juga datang terlambat. Akhirnya, kamipun segera berlari mencari kelas kuliah pertama kami. Memang sih, kami sempat kena semprot dosen saat ijin masuk karena terlambat. Tapi akhirnya, kamipun diperbolehkan juga mengikuti kuliah pertama kami ini. Huuuh… lega de rasanya. Tapi tetep aja capek karena lari-lari tadi.
* * *
Sejak tabrakan kami di hari pertama kuliah, akhirnya aku dan cowok itu menjadi teman akrab. Oh ya aku lupa belum mengenalkan nama cowok itu. Namanya Adit. Dia anaknya humoris abis. Jadi dia selalu berhasil membuatku tertawa disaat aku sedang mengalami masalah berat sekalipun.
Tak terasa, aku sudah melewati satu semester masa perkuliahan. Meskipun awalnya aku merasakkan pahitnya hari pertama perkuliahan, tapi aku sangat bahagia pada akhirnya.
“Woii..!! Nglamun aja kamu. Nglamunin apa sih Cha, siang-siang gini juga? Eh, aku pingin kasih tau kamu sesuatu nie. Mau denger ga Cha?” suara Adit yang sempet bikin aku kaget hingga membuyarkan lamunan panjangku tadi.
Setelah mendengar cerita Adit, aku bisa menangkap maksud dari apa yang dia ceritakan. Ternyata Adit sedang mengincar salah seorang cewek di kampus ini. Lalu dia pun meminta saran dari ku bagaimana Adit bisa mengambil hati gadis pujaannya itu. Dan akupun menjawab, “ Kalo kamu pingin menarik perhatian seorang cewek tu, kamu kudu jadi orang yang romantis. Misalnya aja kamu kasih dia bunga mawar, trus kamu kasih puisi-puisi romantis, trus… ya udah kamu ngomong ke cewek itu kalo kamu suka ama dia. Yaa… itu sih cuma usulan dari aku aja. Diterima syukur, ga terima ya aku juga ga rugi kok. Hehe….”. Dan ternyata Adit menerima dengan baik usulan dariku itu.
* * *
“Dit, aku pingin cerita neh. Tau ga, tadi pagi waktu aku mau berangkat ke kampus, aku tu nemuin bunga mawar di depan pintu rumahku. Gimana aku ga kaget? baru pertama kali ini aku nemuin mawar di depan pintu kayak gini.” Ujarku bersemangat sambil terengah-engah kerana abis nyari Adit kemana-mana buat cerita ini.
“Masa sih? Jangan bilang kamu punya pemuja rahasia? Cowok bego mana sih yang rela kasih bunga mawar ke cewek kayak kamu? Kasian banget aku ma tuh cowok.”
“ Maksud kamu apa dit? Kamu ngatain aku ya? Awas kamu dit! Emang nasib kamu ma cewek yang kamu kejar-kejar tuh gimana? Udah sejauh mana usaha kamu seminggu ini?”
“ Oh iya, untung kamu ingetin aku. Ini, aku kan tadi malem abis bikin puisi gitu buat tuh cewek, nah coba deh kamu baca dulu, trus kasih komentar ya?” kata Adit, sambil menyodorkan selembar kertas yang bertuliskan puisi ciptaannya itu.
“ Eemmm…bagus. Bagus banget kok dit. Ternyata kamu bakat juga ya jadi pujangga cinta. Ceileee…!” komentarku setelah membaca puisi Adit buat cewek incarannya itu.
“Serius kamu cha? Ya udah, thanks banget ya cha!” kata Adit sambil tiba-tiba ngeloyor pergi ninggalin aku.
“Eh puisi kamu ketinggalan nih!” teriak aku buat manggil Adit lagi buat ingetin dia kalo puisi dia masih ada di aku. Tapi kayaknya Adit udah ga denger lagi. Buktinya dia masih aja tetap ngeloyor keluar kampus.
* * *
Dan di hari setelah itu, aku juga mengalami kejadian yang sama, dan akupun bercerita kembali pada Adit, “ Dit, aku pingin cerita lagi nie. Tau ga, hari ini aku dapet bunga yang sama kayak kemaren. Kok aku jadi takut ya. Jangan-jangan ada orang yang mau teror aku lagi. Hiii…” Jelasku dengan gaya kayak orang ketakutan.
“Iya, orang itu mau terror cinta kamu. Ciee…!” ledek Adit.
“Apaan sih kamu dit? Ga lucu tau!” kataku kesal.” Eh, gimana perkembangan hubungan kamu ma cewek gebetanmu itu?”
“Ga tau juga, aku bingung. Kadang dia keliatan seneng, tapi kadang juga keliatan sebel gitu.” Jelas Adit sambil memasang muka bingung. “ Oh iya, aku minta saran lagi nih.” Katanya sambil mengeluarkan selembar kertas berwarna pink.
“Apaan? Puisi lagi?” tanyaku sambil menerima kertas dari Adit. Aditpun menganggukkan kepalanya, meng-iya-kan. Akupun segera membacanya.
“ Eemmm…Puisi kamu hari ini ada peningkatan kok dari hari kemarin. Lebih dalem aja kata-katanya. Yah, tingkatin terus deh buat selanjutnya. Btw, kamu tuh kayaknya salah jurusan deh. Harusnya kamu tuh masuk jurusan Sastra Indonesia, bukan jurusan sini.” Komentarku terlalu panjang.
“ Oke deh… Thanks ya cha!” kata Adit sambil berlari meninggalkan aku dan kertas puisinya. Yah, walaupun aku panggil namanya sekuat tenaga, dia pasti tidak mendengarku.
* * *
Sudah hampir seminggu aku tak pernah bertemu dengan Adit di kampus. Aku smspun, dia tak pernah membalasnya. Aku coba menelpon ponselnyapun selalu tak di jawabnya. Entah dia menghilang kemana, ato dia hilang ditelan bumi. Duh, aku pusing cariin dia. Padahal kan aku butuh dia. Aku pingin cerita banyak tentang si pengirim bunga mawar itu. Tapi, kayaknya kali ini aku hanya bisa memendam dalam hati yang terdalam.
“Duh dit, kamu tuh kemana aja sie. Kok ga jelas gitu sih kabar kamu?” pikirku dalam hati. “Kok aku jadi khawatirin kamu berlebihan gini sih Dit? Kamu tuh dimana? Aku kan pingin ketemu kamu, aku pingin becanda-becanda sama kamu. Dit, kenapa aku jadi kengen sama kamu sih?”. Pikiran aneh tiba-tiba muncul dalam benakku.
Memang sudah hampir satu minggu aku tak menemui Adit. Aku sudah menanyakan ke beberapa teman dekatnya, tapi merekapun tak mengetahui keberadaan Adit. Aku juga sempat mendatangi rumah Adit, tapi jawaban yang sama juga aku temui. Keluargnya tak mengetahui secara pasti kabar putra pertamanya itu. Mereka hanya mengetahui bahwa Adit sebelumnya pamit akan sibuk mengurusi tugas kerja Praktek dari kampusnya. Entah, sepertinya aku hanya bisa menunggu waktu saja. Aku hanya berharap, dia selalu baik-baik saja.
Sepulang dari rumah Adit, aku menelusuri jalan menuju rumahku dengan kaki lemas dan harapan yang tak pasti. Pikiranku tak karuan memikirkan kabar Adit.
Tiit…tit…tiiit…tit…, Nada sms ponselkupun berbunyi tiba-tiba hingga sempat mengagetkan dan membuyarkan pikiran yang tak pasti ini. Ku coba meraih ponsel yang ada dalam tasku. Aku pun segera membacanya…
‘Cha,bsk mlm km ad wkt g?q pgn crta ssuatu ni ma km.q pgn nyatain prasaanq ke cew yg q incar itu. Jd q butuh km bwt ksh smngat ke q. Qt ktmu di taman jm 7 mlm. Ok!’
Saat aku selesai membaca sms dari Adit itu, bukan perasaan senang yang aku rasakan karena aku sudah mengetahui kabar Adit, tapi malah airmataku mengalir dengan tak sadar. Perasaan sedih menyelimuti batinku, atau… jangan-jangan aku merasa cemburu dengan keputusan Adit untuk menyatakan perasaannya itu pada wanita pujaannya. Ga mungkin ah kalau aku mulai jatuh cinta pada Adit! Tidaaaaaakkk…….
* * *
Malam yang dijanjikan Aditpun kini sudah tiba. Perasaan yang tak seharusnya aku rasakan ini masih saja singgah dalam benakku. Aku merasa takut untuk kehilangan Adit. Aku merasa nyaman bila berada di dekatnya. Aku tak rela jika gadis lain merebut hatinya. Jahat sekali pikiranku ini. Aduuh… Kenapa perasaan ini tak bisa aku singkirkan?
Aku segera berjalan menuju tempat yang diminta oleh Adit untuk menemaninya menyatakan perasaan pada gadis pujaannya itu. Aku harap, sesampainya disana perasaan yang tak pantas hadir ini akan segera hilang, sehingga aku bisa memberi semangat pada Adit seperti yang ia inginkan.
“ Cha! Aku disini.” Suara Adit tiba-tiba memanggilku, dan akupun segera berjalan menuju asal mula suara itu. “ Thanks ya cha, kamu dah mau dateng ke sini. Aku bener-bener butuh semnagat dari kamu nih. Aku deg-degan banget Cha. Grogi banget.”
“Emang cewek kamu itu udah dateng? Mana?” tanyaku sambil celingukan mencari sosok gadis pujaan Adit itu di tengah keramaian taman kota. Tapi sepertinya, aku tak berhasil menemukannya.
“ Dia udah dateng kok cha. Tapi aku grogi menyiapkan kata-kata untuk membeli cinta di hatinya.” Kata Adit sok romantis.
“ Apa? Udah dateng!” kataku kaget. “ Trus kamu nunggu apa lagi? Kamu ga pingin tuh cewek disamber orang kan? Udah gih, cepetan sana!”
“ Iya..iya… Ya udah deh, aku temuin dia sekarang ya? Ya ampun, liat nih, keringatku segede jagung kayak gini. Pokonya kamu doain aku dari sini ya!”, jawab Adit dengan tingkah yang agak gugup.
Akhirnya, Aditpun meninggalkan aku, dan segera menuju ke tempat gadis pujaannya itu berada. Sebenernya, aku ingin sekali melihat peristiwa yang paling penting dalam kehidupan Adit ini. Tapi rasanya, aku tak sanggup. Dan akupun memutuskan untuk tetap berada di sini dan tetap mendoakan agar Adit mendapatkan apa yang terbaik bagi dirinya.
Detik demi detik, menit demi menit aku lalui dengan menunggu kabar dari Adit, dan dalam hatiku berharap agar Adit memutuskan untuk berubah pikiran. Memang pikiranku itu salah dan terlalu kejam, tapi itulah yang sedang aku rasakan sekarang. Aku mulai membayangkan, jika saja keinginan Adit itu benar-benar menjadi kenyataan, entah apa aku sanggup untuk menyaksikan mereka berdua setiap saat. Pasti perasaanku tercabik-cabik rasanya. Tapi aku harus melawan rasa sakit hati itu, dan aku harus bisa menerima kenyataan. Dan tak terasa airmataku sudah mengalir di pipiku. Membayangkan saja aku sudah tak kuat, apalagi nanti jika memang sudah terjadi di depan mataku. “Icha, kamu harus tegar menghadapi semua ini!” pikirku berusaha memberi semangat pada diriku sendiri.
“Icha!” panggil seorang cowok yang membuatku secara reflex menoleh pada sesosok lelaki itu. Ternyata lelaki itu adalah Adit. “ Icha, kamu kenapa? Kamu nangis ya?” lanjutnya. Ya ampun, ternyata karena reflexnya, aku lupa tidak mengusap aliran airmata di pipiku.
“Oooh, aku ga papa kok.” Kataku sambil mengusap airmataku. “ Adit, udah selesai misi kamu? Kok cepet banget. Trus gimana hasilnya? Sukses kan?” lanjutku dengan memasang mimik wajah yang semangat dan ceria.
“ Belum cha. “ jawab Adit datar. “ Nih aku sekarang mau menjalankan misiku itu.”
“ Trus, kenapa kamu kesini lagi kalo lum selesai?” kataku sambil mendorong tubuhnya. Tapi aku hanya berhasil menggeser tubuhnya tak lebih dari satu meter.
“ Karena gadis pujaanku itu sudah ada di dekatku.” Jelas Adit agak pelan.
Mendengar jawabannya itu, aku jadi bingung. Pandanganku langsung melihat ke arah sekitar Adit, dan mencoba mencari-cari dimana gadis itu berada.
“ Mana dit? Kok aku ga liat sih.”
“ Gadis itu udah ada di depan mataku.” Aditpun berhenti sejenak. “ Gadis itu adalah kamu cha.!”
Darahku tiba-tiba terasa mengalir sangat cepat ke ujung kepala. Aku merasa kaget mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Adit. Aku mencoba untuk menenangkan diri.
“ Maksud kamu apa dit?” tanyaku menanggapi pernyataannya itu.
“ Yaa… Maksud akuu… Gadis pujaan yang selama ini aku ceritakan ke kamu itu… Dia adalah kamu cha.” Jawab Adit agak gugup. Jawabannya itu benar-benar membuatku teramat kaget dan agak tidak percaya. Dan akupun hanya sanggup terdiam tak berkata-kata. “ Kamu masih inget kan cha, waktu kamu kasih aku saran buat bisa mendekati gadis pujaanku itu? Kamu kan menyarankan aku untuk memberi bunga mawar dan puisi romantis. Setiap pagi, kamu sudah mendapatkan mawar itu kan? Dan aku juga udah kasih kamu puisi kan tiap kali aku minta saran tentang puisi itu?”
Aku benar-benar terkejut mendengar penjelasan Adit, “ Jadi, pengirim bunga mawar itu adalah kamu? Dan ternyata kamu emang sengaja ninggalin kertas puisi itu ke aku?” tanyaku meyakinkan keraguan atas penjelasan Adit. Mendengar pertanyaanku itu, Aditpun menganggukkan kepalanya, dan ia membenarkan segala ucapanku. “ Kamu jahat banget sih Dit, ngerjain aku kayak gini.” kataku agak kesal. Tapi tentunya, aku tak sanggup untuk marah ke Adit. Jujur, aku juga senang mendengar kata-kata Adit itu.
“ Gimana Cha? Apa kamu terima aku jadi cowok kamu?” katanya serius.
Dan aku tak percaya, kata-kata itu akhirnya keluar juga dari mulut Adit. Dan yang paling tak ku sangka, kata-kata itu di berikan ke aku. Hatiku mulai tersenyum, dan akupun tak bisa menutupi rasa bahagiaku kali ini. Dan akupun memberi jawaban kepada Adit, “ Aku persembahkan lagunya Nina Tamam buat kamu Dit.”
Ya…ya…ya… Aku terima. Dirimu jadi. Teman hidupku… .

21 January 2010

21 reason i love u

  • I can be myself when I am with you.
     
  • Your idea of romance is dim lights, soft music, and just the two of us.
     
  • Because you make me feel like, like, like I have never felt before.
     
  • I can tell you anything, and you won't be shocked.
romance
undying faith
  • Your undying faith is what keeps the flame out of love alive
     
  • You and me together, we can make magic.
     
  • We're a perfect match.
     
  • Thinking of you, fills me with a wonderful feeling.
  • Your love gives me the feeling, that the best is still ahead.
     
  • You never give up on me, and that's what keeps me going.
     
  • You are simply irresistible
     
  • I love you because you bring the best out of me.
propose
sense of humor
  • Your terrific sense of humor
     
  • Every time I look at you, my heart misses a beatheart
     
  • You're the one who holds the key to my heart
     
  • You always say what I need to hear (You are perfect).
     
  • You have taught me the true meaning of love.
  • Love is, what you mean to me - and you mean everything.
     
  • You are my theme for a dream.
     
  • I have had the time of my life and I owe it all to you.
     
  • When I look into your eyes, I can see your heart.
     
  • Your love for me is a natural anti-depressant.
love
by 
my side
  • I love to hear your voice.
     
  • Your love has helped me to rediscover myself.
     
  • Your love is an effective anti-dote to despair.
     
  • I love to wake up with you by my side...It makes my days better.
     
  • You always make me feel that you are by my side no matter what.
  • I love that feeling of being secure when you wrap your arms around me.
     
  • I love the way you keep your cool when I do something stupid.
     
  • Just being with you feels like I can defy the whole world.
     
  • You mean the world to me.
     
  • I like your small gestures that speak volumes about how much you care.
arms 
around you
treasure of love
  • I love the way you treasure the gifts that I gave you.
     
  • I love the way you patch up with me after a tumultuous fight.
     
  • And, of-course, your intelligence, 'cause you were smart enough to fall in love with me ;-)
happy valentine day

20 January 2010

do u lov me

do u lov me?? coz wat ?? my face ?? my smile?? or my cherup??? if u ans yes ..... sory .. u r rejected !!! but if u lov me coz allah..., n want save me to always in allah's way, n guide me find d way to get heaven...., pliz u com to me wid bismillah .... i ll gv u heartly love ... 4eva urs .. no doubt !!!



Tumi ki amai valobasho? karon ki? Amar mukh? Amar Hashi? Naki amar utfullota..? Jodi tumi bolo ha...tahole ami tomai prottakkhan korbo. kintu tumi jodi amai Allahr jonno valobasho...abong amake shob shomoi agle rakhte chao Allahr pothe...abong amake jodi shorger poth dakhao...tahole tumi asho amar shathe...Ami tomai valobasha debo mon theke shara jibon dhore...akhane kono anischoiota nai...!!!

19 January 2010

puisi cinta untuk suamiku

Wahai Allah,
Engkau-lah saksi ikatan hati ini…
Aku telah jatuh cinta kepada lelaki pasangan hidup ku,
jadikanlah cinta ku pada suamiku ini sebagai penambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.
Namun, kumohon pula, jagalah cintaku ini agar tidak melebihi cintaku kepada-Mu,
hingga aku tidak terjatuh pada jurang cinta yang semu,
jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu. Jika ia rindu,
jadikanlah rindu syahid di jalan-Mu lebih ia rindukan daripada kerinduannya terhadapku,
jadikan pula kerinduan terhadapku tidak melupakan kerinduannya terhadap surga-Mu.
Bila cintaku padanya telah mengalahkan cintaku kepada-Mu,
ingatkanlah diriku, jangan Engkau biarkan aku tertatih kemudian tergapai-gapai merengkuh cinta-Mu.
Ya Allah,
Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,
telah berjumpa pada taat pada-Mu,
telah bersatu dalam dakwah pada-Mu,
telah berpadu dalam membela syariat-Mu.
Kokohkanlah ya Allah ikatannya. Kekalkanlah cintanya.
Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu.
Amin ya rabbal alamin.

anak kucing


Vina senang sekali Arif datang ke rumahnya. Cowok yang sudah lama ditaksirnya itu datang untuk mengerjakan tugas kelompok dari guru Bahasa Indonesia mereka. Tentu saja Arif tidak datang sendiri, tapi bersama-sama teman sekelas lainnya. Walau begitu Vina tetap senang, paling tidak cowok keren itu kini tahu alamat rumahnya.
Setalah dua jam lebih membuat tugas naskah drama, Vina dan teman-temannya bersantai di teras depan. Vina memberi teman-temannya itu kue-kue kering dan sirup dingin.

“Wah, nggak usah repot-repot Vin,” kata Andi. Tapi ketika ia berkata itu tangannya sudah menyerobot mengambil segelas sirup dan langsung meminumnya hingga tingal separuh.
“Iya Vin, nggak usah repot-repot.... keluarkan saja semuanya,” sahut Boni menyambung canda temannya. Ia pun mengambil segelas sirup.

“Ah, kalian ini bikin malu saja,” gerutu Neni melihat tingkah keduanya.
Vina tidak menanggapi kelakar dua badut kelas mereka itu. Ia malah memperhatikan Arif yang dari tadi diam saja. Cowok ini memang tidak banyak bicara, kesan cool begitu. Inilah yang membuat banyak cewek yang naksir, termasuk Vina.


“Ayo Rif, diminum,” kata Vina menyodorkan segelas sirup pada Arif.
“Wah, cuma Arif aja nih yang ditawarin minum,” goda Andi.
“Kalo kamu kan nggak perlu ditawarin udah langsung ambil sendiri, Ndi,” sahut Vina sewot.
“Maklum deh Vin. Andi kan cemburu tuh,” Boni ikut nimbrung.
Wajah Andi bersemu merah karena kata-kata Boni. Tak terdengar lagi suaranya. Memang selama ini ia diam-diam menaruh hati pada Vina.

Sedang asik kelimanya menikmati kue-kue kering sisa lebaran kemarin dan sirup dingin, seekor kucing gendut keluar dari dalam rumah.
“Sini manis,” pangil Vina melihat hewan peliharaannya datang.
Manis menurut dan berjalan ke arah Vina, lalu tidur di pangkuan tuannya. Vina mengelus-elus kucing kesayangannya itu.

“Gemuk sekali kucingmu Vin,” kata Neni.
“Iya..... mirip....,” sahut Boni sengaja menggantung kata-katanya.
“Kamu ini Bon, suka sekali mengejek Rina gendut. Biar jelek-jelek gitu kan dia teman kita juga,” sambung Andi.
“Jangan nuduh sembarangan dong Ndi. Aku mau bilang mirip Garfield kog,” bantah Boni.
Vina dan Neni tertawa dibuatnya. Arif pun terlihat tersenyum sedikit. Vina yang sempat melihat sekilas langsung terpikat. Tambah keren saja kalau dia tersenyum begitu pikirnya.
“Si Manis gendut begini lagi hamil,” jelas Vina akhirnya.
“Nah, kali ini kamu nggak bisa mungkir lagi Bon. Ayo tanggung jawab,” langsung saja Andi bersuara, takut didahului Boni.

“Enak aja. Masak aku yang bertangungjawab, kamu kan juga terlibat,” balas Boni.
Kembali Vina dan Neni tertawa, kali ini lebih keras. Arif yang tadinya hanya tersenyum, kini ikut tertawa kecil hingga gigi-giginya yang putih terlihat. Duh kerennya, gumam Vina dalam hati.

***

Dua minggu kemudian Arif kembali datang ke rumah Vina. Kali ini cowok itu datang sendiri dan bukan karena ada tugas kelompok. Katanya sih mau meminjam catatan fisika Vina.
Mula-mula Vina heran, karena biasanya teman-teman sekelas selalau meminjam catatan pada Irma, yang rajin mencatat bahan pelajaran. Makanya kemudian dia mulai menduga-duga, jangan-jangan Arif naksir aku ya? Vina jadi ge-er sendiri.

“Ini catatannya Rif,” kata Vina menyerahkan buku tulis yang bersampul pink itu pada Arif. Arif menerimanya dan membolak-balik isinya.
“Bisa kebaca nggak? Maklum tulisan dokter,” canda Vina lagi.
“Kebaca kog, tulisanmu lebih mending daripada tulisanku. Tulisanku malah mirip tulisan dokter hewan, jadi kayak cakar ayam,” sahut Arif.
Vina tertawa mendengar canda Arif. Ternyata kalau hanya berdua saja, cowok ini bisa juga melucu.
“Si Manis mana Vin?”

“Oh, tadi kayaknya lagi tiduran di belakang rumah. Kenapa? Kangen?”
“He... he.... kangen juga dikit. Kapan melahirkannya? Udah tau mau dibawa ke rumah sakit mana?”
“Sekitar dua minggu lagi. Belum tau mau melahirkan di rumah sakit mana. Punya saran nggak? Kamu kan dokter hewan Rif,” Vina membalas canda Arif.
Senang sekali Vina, ternyata Arif tidak ‘sedingin’ yang terlihat selama ini.
“Nanti aku kasih alamat praktekku deh,” jawab Arif dengan tampang sok serius. Vina tertawa dan Arif pun terlihat ceria. Kemudian keduanya terlihat aik ngobrol dan sesekali diiringi suara tawa.

***

Sepuluh hari kemudian Si Manis melahirkan. Ada tiga anaknya. Yang pertama berbulu coklat dan putih mirip ibunya, yang satu lagi hitam dan putih, dan yang terakhir (menurut Vina yang paling imut) bulunya terdiri dari tiga warna yaitu coklat, hitam dan putih.
Keesokan harinya segera saja berita itu diberitahukannya pada Arif.
“Rif, Si Manis sudah melahirkan.”

“Berapa ekor anaknya?” tanya Arif terlihat antusias.
“Tiga ekor, lucu-lucu deh Rif. Imut-imut banget.”
“Kapan aku boleh bezuk, penasaran juga liat anak Si Manis. Mirip Andi atau Boni ya?”
Sore harinya yang telah dijanjikan, Arif datang ke rumah Vina. Kali ini ia membawa sebatang coklat.
“Buat Si Manis,” begitu kata Arif.
“Duh, Si Manis nggak suka coklat Rif.”
“Kalo begitu buat tuan aja deh.”

Vina tertawa sambil menarik Arif ke dalam rumah dan membawanya ke tempat Si Manis dan anak-anaknya berada. Anak-anak kucing itu ternyata lagi menyusu pada induknya.
“Lucu-lucu kan Rif?”

“Iya, imut-imut sekali. Sayang nggak kelihatan wajahnya, jadi nggak kelihatan mirip Andi atau Boni.”
“Ah, kamu ini bercanda melulu,” kata Vina seraya mencubit lengan Arif dengan gemas.
“Duh,” Arif mengaduh dan coba balas mencubit, tapi Vina cepat-cepat menghindar. Keduanya kemudian tertawa, terlihat akrab sekali.

***

Sebulan kemudian. Sehabis magrib, Vina terlihat berdan habis-habisan di kamarnya. Kamar yang bisanya rapi itu kini jadi berantakan, kata orang dulu sih mirip kapal pecah. Pakaian-pakaian yang sudah dicobanya berserakan di lantai dan tempat tidur. Ada apa rupanya?

Oh... oh ternyata ‘pangeran’nya mau datang malam ini. Pangeran? Ya, siapa lagi kalau bukan Arif. Walaupun bukan malam minggu, tapi ini pertama kalinya Arif datang malam hari ke rumah Vina. Biasanya cowok itu selalu datang sore hari. Jadi harus disambut dengan berpenampilan sebaik mungkin, begitu pikir Vina.
Ketika asik berdandan di depan cermin, terdengar bel berbunyi.

Ting .....tong ...... ting ...... tong....
Vina mendengar langkah kaki dan kemudian suara ibunya yang membukakan pintu. Tak lama kemudian pintu kamarnya diketuk.

“Vin, ada temanmu datang,” beritahu ibu dari balik pintu.
“Ya Bu. Sebentar,” sahut Vina dengan suara agak keras.
Sebelum keluar dari kamar, sekali lagi Vina memastikan penampilannya. Setelah yakin sudah sempurna barulah ia membuka pintu dan melangkah ke teras depan. Di sana Arif sudah menunggu. Cowok itu terlihat gagah dengan jaket kulit hitam yang dikenakannya. Di balik jaket itu ia mengenakan kemeja biru, senada dengan warna celana jeans yang dipakainya.
“Hai Rif,” sapa Vina.
“Hai,” sahut Arif.

“Mau kemana Vin, rapi sekali?” tanyanya.
“Ah, nggak kemana-mana,” jawab Vina salah tingkah.
“Sebentar ya, aku ambilkan minuman dulu,” kata Vina lagi untuk menutupi rasa ‘salting’-nya itu.
Sekitar sepuluh menit Vina kembali dengan membawa suguhan. Kali ini agak istimewa, bukan kue kering yang dibawanya melainkan sepotong kue tart dan segelas sirup dingin.
“Wah, siapa yang ulang tahun nih, Vin?”
“Ah, nggak ada. Cuma lagi iseng aja belajar buat kue tart. Cobain deh Rif, mudah-mudahan enak, maklum baru belajar.”

“Hm, enak Vin,” puji Arif setelah mencicipi kue tart buatan Vina.
Vina jadi berbunga-bunga hatinya mendengar pujian sang cowok idaman.
Seperti biasa kalau keduanya bertemu, obrolanpun mengalir begitu saja. Mulai dari kisah-kisah sekolah, gosip selebritis hingga masalah dunia mereka bicarakan. Sampai suatu ketika Arif terlihat ingin mengatakan sesuatu.
“Vin, aku mau ngomong nih sama kamu,” ujar Arif.
Melihat perubahan sikap Arif yang mendadak serius, Vina jadi menduga-duga dalam hati. Mungkinkah malam ini Arif akan ‘menembak’ diriku alias menyatakan cintanya?
“Mau ngomong apa sih Rif. Kayaknya serius banget?”
Arif terdiam sebentar, seperti mencari kata-kata yang tepat.
“Begini Vin, aku mau.....,” kata Arif terputus.
Vina hanya diam saja, tapi dalam hati ia bersorak. Ayo terus Rif, ungkapkan saja isi hatimu. Aku tak akan menolak kalau kamu minta aku jadi pacarmu.
“Aku mau minta sesuatu sama kamu, Vin.”
Minta sesuatu? Vina jadi bertanya-tanya dalam hati. Mungkin maksud Arif mau minta hatiku kali ya?
“Minta apa Rif?” tanya Vina penasaran.
“Begini Vin, dua hari lagi kan ulang tahun adik sepupuku,” jelas Arif.
Lho , kog jadi melenceng soal sepupu Arif? batin Vina.
“Terus kamu mau minta apa Rif?” tanya Vina agak patah semangat.
“Sepupuku itu suka kucing Vin. Jadi aku ....”
“Kamu mau minta anaknya Si Manis ya?” Vina langsung sadar arah pembicaraan Arif.
“Eh, iya Vin. Itupun kalo kamu nggak keberatan.”
“Ya, boleh aja Rif. Apa sih yang nggak boleh buat kamu.”
“Duh. Makasih banget lo Vin. Kamu baik deh.”
“Udah, nggak usah muji-muji segala. Yuk, kita ambil ke belakang,” kata Vina seraya bangkit dari duduknya. Arifpun mengikutinya dari belakang.

Setelah malam itu Vina masih berharap suatu saat Arif akan menyatakan cintanya. Harapannya baru pupus ketika Mita, teman sekelasnya ber-infotaiment ria di kantin sekolah.
“Ternyata Arif sudah punya pacar loh.”
“Siapa Mit?” tanya Ranti yang selama ini juga naksir Arif.
Vina yang ikut mendengar hanya diam saja.

“Tika, teman SMP-ku dulu. Aku baru tau waktu diundang ke pesta ulang tahunnya kemarin,” jelas Mita.
“Eh, kalian tau nggak hadiah yang diberikan Arif buat Tika? Romantis sekali deh,” sambung Mita lagi.
Vina tanpa sadar langsung bersuara, “Anak Kucing!”
Mita kaget dan menatap Vina dengan heran. Kog kamu tau Vin?”
“Ya, tau lah. Aku aku kan masih ada hubungan darah dengan mama Loren,” jawab Vina ngawur sok cuek menyedot es jeruknya hinga habis.

18 January 2010

sms


Ucapan Bismillah sebelum kita memulai sesuatu menjadikan kasih sayang Allah akan memenuhi hati kita dan mengaliri semua yang kita pandang, kita dengar dan kita sentuh…

Bagus banget kan..?!
Lalu di pagi yang lainnya ada yang ini:

Jadilah sosok pemberani yang berhati teguh dan berjiwa kuat, jangan sekali-kali mudah mempercayai rumor dan cerita-cerita yang belum tentu kebenarannya…

Udah gitu kalo sore, saat mulai capek, saat mulai ilang  kesabaran, mulai kesel, ato bahkan lagi pengen marah, ato juga dah mentok nggak bisa mikir lagi, dan lain-lain, trus dapet SMS ini misalnya:

Jangan mudah marah sebab marah hanya akan merusak keadaan jiwa, mempersempit dan mengotori hati, merubah prilaku,  memperburuk pergaulan, merusak cinta, kehilangan teman, dan memutuskan tali silaturahmi.

Atau yang satu ini..

Berhati-hatilah jangan terlalu takut menghadapi masalah dan jangan terlalu membesar-besarkan masalah…

Pokoknya banyak cara untuk merubah kondisi yang tidak menyenangkan menjadi menyenangkan, banyak cara untuk pindah dari keadaan yang menyesakkan menjadi melegakan, banyak cara untuk pindah dari air yang keruh ke air yang jernih, asalakan kitanya mau! Heee…

gita

Kadang hal yang diharapkan berbenturan dengan kenyataan. Orang menganggapnya sebagai takdir. Di sitiulah perasaan bermakna, salah satunya adalah cinta. Apa yang dialami Gita memang biasa, terjadi pada manusia umumnya. Tetapi ini menjadi luar biasa, ketika ia merasa bahwa simpatinya sebagaimana pungguk merindukan bulan.
sudah dua minggu ia memendam seribu rasa yang membuat jantungnya berdebar kencang saat melihat sang pujaan hatinya.

“Kita pilih duduk di sini aja. Ayo dong ceritain gebetan barumu,” tiba-tiba terdengan suara serak yang mengusik lamunan Gita.
“Iya... Ri, mumpung kita ngumpul nih,” jawab teman Qori.
Gita


“Masak lo main rahasiaan sama geng sndiri,” tutur temannya lagi.
Gita mendadak gugup. Nggak salah lagi itu Qori. Qori dari geng The SRIES, cowok yang sangat dikagumi para cewek-cewek di sekolah.


Gita nyaris nggak bergerak. Mneyadari cowok tampan yang sedang ditaksirnya itu ada di meja belakangnya. Saat sedang barengan dengan teman-teman aja Gita sudah nervous .... apalagi sekarang ia sedang sendirian. Tapi untuk yang satu ini, rasa ingin tahunya jauh lebih besar. Dan apa tadi? Mereka lagi ngomong soal gebetannya Qori. Wah..... Wah....

“Jadi bener nih, dia tinggal di jalan Tumbuhan?” tanya teman Qori.
Deg, Gita nyaris tersentak. Bukankah itu jalan tempat ia tinggal? Jalan itukan kecil, jadi ia kenal hampir semua penghuninya. Kayaknya nggak ada yang seumuran dia, rata-rata sudah kuliah dan kerja. Rasa ingin tahunya semakin memuncak.
“Iya, anak kelas satu juga. aku memang naksir dia. Soalnya dia manis banget, pintar dan baik. Pasti dong banyak saingannya. Makanya aku jaga jarak biar dia penasaran,” suara Qori terdengar riang.

Jantung Gita berdegup kencang. Ia semakin yakin , selain dia ngak ada anak kelas satu SMA tinggal di jalan itu. Kalau masalah kecerdasan otak, Gita memang selalu jadi juara satu sejak cawu pertama. Semuanya klop. Mungkin yang dimaksud Qori itu dirinya?.

“Wah, playboy satu ini sudah berketuk lutut. Terus kapan dong kamu nembak dia?” desak temannya.
“Oh my god,” Gita nyaris menahan napas.
“Eh, ngomong-ngomong siapa namanya?” tanya temannya lagi.
“Gita,” jawab Qori.

Kali ini Gita nyaris nggak mampu menahan diri. Ingin rasanya ia melompat dan berteriak, kalau saja nggak ingat di mana dia berada sekarang. Ini benar-benar keajaiban. Qori naksir dia. Berita ini wajib diceritakan pada sohib-sohibnya.
Pukul setengah tujuh malam, semua persiapan sudah sempurna. Sekarang Qori naksir dia. Primadona sekolah itu menyukai gadis biasa seperti dia. Gita bernyanyi bahagia.
“Kamu nggak sedang melamun Git?” kata Intan sambil terkikik.

“Iya Git, jangan-jangan itu cuma halusinasi aja,” timpal Shafina.
Gita pura-pura merengut sambil berucap “Pendengaranku masih normal dan aku nggak bakalan cerita kalau tahu reaksi kalian begini”.
“Bukan begitu Git, Kalau benar Qori naksir kamu, kok bisa tenang-tenang aja sih?” kata Intan dan Shafina.

Ruth mencoba menengahi. “Kan Qori sendiri yang bilang dia sengaja jaga jarak biar surprise”.
“Udah deh, pokoknya mulai besok akan bakal jadi cewek paling bahagia di dunia,” ujar Gita tersenyum bahagia.

Keesokan harinya, bel rumah berbunyi. Dengan ceria Gita menghambur ke pintu, tapi ternyata yang datang Kak Adi, pacarnya mbak Enes. Keduanya lalu pergi, sementara Mama dan Papanya sudah berangkat ke acara resepsi. Di rumah hanya ada Gita dan mbak Tami.

Gita mulai tidang sabar. SEdari tadi sohib-sohibnya terus menelpon dan membuatnya tambah be te.

“Gita bangaun! Kok ketiduran di sini?” suara Mamanya terdengar sayup. Gita membuka matanya, ternyata Mama dan Papanya sudah pulang.

“O ya, Qori! Astaga, setengah sepuluh malam”Gita melonjak. Ternyata Qori tidak datang dari tadi. Gita mulai kebingungan.

Gita akhirnya ikut ajakan orang tuanya untuk mencari makan malam di luar.
“O ya Gita. Mama lupa cerita tentang cucunya Bu Nanda, padahal sudah sebulan lo. Kapan-kapan kamu main ke sana ya?” tiba-tiba Mamanya bercerita. Gita cuma mengangguk tanpa semangat.

Ketika melewati rumah Bu Nanda, Gita melihat seorang gadis cantik lekuar dari rumah diikuti seorang cowok. “Oh my god”, Gita terkejut bukan main. Berkali-kali dikedipkan matanya, berharap yang dilihatnya itu orang lain. Tapi sia-sia, cowok itu benar-benar Qori. Mereka berdua kelihatan akrab sekali.

Dengan gemetar Gita bertanya pada Mamanya, “siapa nama gadis itu Ma?
“Kebetulan namanya sama dengan kamu .... Gita,” jawab Mamanya.
Gita terkulai menyadari impiannya hancur oleh kebodohannya sendiri. Seharusnya ia mendengarkan ucapan sohibnya. Dan celakanya Gita terlanjur begitu berharap. Dia merasa marah, kecewa dan ... malu sekali.

biru

Petugas kebersihan berseragam biru-biru, Bandara Soekarno Hatta, mengambil beberapa potong kertas dari bawah kursi ruang tunggu VIP yang telah sepi. Memasukkannya kedalam kotak orange yang sejak seharian selalu menemaninya.
Dilihatnya sebuah Koran di kursi paling pojok. Diraihnya, sebelum Ia tersadar di balik Koran itu ada sebuah buku bersampul biru.
Milik siapakah buku ini? Kasian sekali pemiliknya, pasti sangat merasa kehilangan.
Dia buka cover buku itu. Halaman pertama.
Sepotong tulisan pendek…

“Samudra”

Tangan tuanya membalik lembar pertama dengan hati-hati seolah takut mengotori lembaran bersih buku itu.
***

(Biru, seorang yang selalu aku cintai, semoga Tuhan selalu bersamamu. Mendekapmu dalam kasih-Nya).

***
Diurungkan niatnya untuk membalik halaman kedua. Merasa tidak memiliki kewenangan untuk membaca buku milik orang lain. Di letakkan buku itu pada tempat semula. Kemudian membalikkan badannya dan beranjak pergi.
Baru beberapa langkah, dia berhenti.
Seandainya, ada orang yang mengambilnya?!
                                                    ***
Rumah kontrakan yang sempit itu adalah satu-satunya tempat Ia bernaung dari panas dan hujan, selama ia mencari nafkah di kota besar ini, untuk menghidupi keluarganya yang Ia tinggalkan di kampung halamannya.
Setelah melepas lelah dan makan malam alakadarnya, ia merebahkan badannya. Pandangannya terhenti pada sebuah buku di atas lemari tua, satu-satunya benda dalam ruangan itu.
Buku bersampul biru yang tadi siang Ia temuakan di bandara tempat Ia bekerja.


***

Aku bangkit dari kursi setelah layar monitor komputerku mati.
Kuhampiri jendela lantai dua puluh satu apartemenku.
Lalu lintas di bawah sana masih sangat ramai, kulirik jam tanganku, menunjukkan jam 17.35. Pantas saja suasana lalu lintas begitu ramai, dan pantas saja perutku terasa sangat perih. Jam makan siang sudah jauh terlewat rupanya, bahkan sarapanpun merupakan hal yang aneh bagiku.

Kusambar jaket kulit kesayanganku, kukenakan sambil berjalan menuju Lift.

Kunyalakan Pak menteri  B. 511 BR,  mobil besar kesayanganku.

Sepuluh menit kemudian aku sudah berada di antrean panjang, sepanjang pusat perkantoran di kota tempat tinggalku saat ini.

Akhirnya aku memutuskan untuk memilih spagheti house untuk mengisi perutku yang semakin perih. Ku hampiri satu-satunya meja yang kosong di pojok kanan restoran tersebut. Rupanya banyak juga yang telat makan. Akh, sok tau sekali aku. Mungkin mereka hanya menghabiskan waktu menunggu lalu lintas agak sepi untuk menghindari macet, jadi sekedar duduk-duduk bersama temannya. Tertawa dan bercanda sambil melepas lelah setelah seharian bekerja.
Aku memesan Cheese Burger  dan segelas cola  dingin. Sambil menuggu pesanan, aku buka majalah yang tadi sempat aku beli di depan restoran, mmm..tidak ada yang menarik perhatianku.
                                            ****
Pesananku datang tepat ketika Lima orang anak remaja laki-laki dan seorang perempuan masuk dan langsung jadi pusat perhatian!

“Hahahahaha, give me five…”
“Lo keren banget waktu maen tadi Sha! Sumpah..!”
“yo'a, guee!”

Si gadis yang dipanggil “Sha” dengan bola basket ditanganya hanya tersenyum.
Gadis itu mengingatkan aku pada sosok “Biru”, satu-satunya gadis paling cuek yang pernah aku kenal yang hingga saat ini tidak mau beranjak dari hatiku..
“Tuhan, apa kabar Biruku…?”   bisikku dalam hati.

“Sha.. lo mo makan apa?”
“mmmm… bentar masi bingung, aku masiiii seneng bangeeeet, aku nggak ngira bakal menang Jo..”

Tuhan, aku nggak ingin memandang ke arah mereka,  tapi sialnya mejaku persis di sebrang meja mereka.
Gigitan pertama di Cheese Burgerku terasa sangat pahit menyaksikan kehangatan mereka, menyaksikan cara bicara gadis itu, tawanya, senyumnya..
Akh Tidak!
Terbayang dengan jelas sosok Biru lima tahun yang lalu,  sama persis dengan gadis pemain basket di depanku!

Sejak kecil aku selalu merasa bahwa aku adalah makhluk yang paling dimanjakan oleh Tuhan di dunia ini. Bagaimana tidak, aku memiliki orang tua yang penuh  cinta dan kehangatan. Mom yang cantik, lembut. Dad yang gagah dan menyenangkan. Aku tidak pernah kekurangan apapun selama hidupku.
Tapi pada akhirnya semua berubah begitu cepat. ketika aku beranjak dewasa dan jatuh cinta pada seorang bernama Biru . Seorang perempuan biasa yang lembut,  ramah, penuh cinta tapi sangat memegang prinsip.  

“Sam, kamu tahu kita berbeda, kita tidak bisa bersama. Agama yang aku yakini, melarang aku menikah dengan kamu. Aku tidak bisa melanjutkan ini. Ingat Sam, ketika kita sedang berjalan di tepi pantai, semakin kita ketengah akan semakin sulit kita kembali. Selagi kaki-kaki kita belum basah, selagi kita masih di tepi, sebaiknya kita kembali. Aku tidak bisa menjadi kekasihmu.”

saat kau mengucapkan itu, aku melihat dari sorot matamu yang paling jujur dan aku sangat meyakininya. rasa cintamu padaku sebesar rasa cintaku padamu. Kenapa pergi Biru?! kenapa?!

Tuhan menciptakan sebongkah yang bernama “perasaan”  yang indah, tapi sangat sulit aku pahami.
Begitu pahit dengan cerita sedih yang tidak berkesudahan karena sebuah perbedaan. Tapi juga membawakan sebongkah kebahagiaan yang tak terhingga.

Itulah terakhir aku melihatnya..

                                                          ***

Hampir satu jam aku berada di pelataran parkir. Tak terasa pipiku basah.
Ku kenakan kaca mata hitamku. Menghidupkan pak menteri dan keluar dari pelataran parkir. Beberapa orang gadis menatapku, bahkan ada yang nekad berteriak “hai gondrong, godain kita dong..”
“so cool banget seeh..”

Akh, peduli apa dengan mereka.  Inilah aku. Inilah hidupku.

Aku membuka pintu apartemenku. Sepiiii… setiap hari selalu seperti ini. Sepiii.. dan sepiii..

Ku hempaskan tubuhku di atas karpet di samping tempat tidur.
Ku buka laci kecil dan ku keluarkan beberapa pil penenang dari botolnya.
Ku isap dalam-dalam Malboroku. Pahit tercekam di tenggorokanku. Tenggorokanku makin sesak saat kuingat adegan di spagheti house tadi.

Sedang apa Biru sekarang..?
Semua kenangan seperti film yang diputar kembali dalam ingatanku.  Tentang sosok bernama Biru, pertama kali bertemu dengannya saat aku datang ke satu kota untuk ikut ujian masuk perguruan tinggi negeri.
Tidak ada kesan apapun tentang Biru, tapi setelah hampir setiap hari minggu sepulang dari Gereja aku bertemu dengan dia. Masih tidak ada yang istimewa. Akhirnya aku harus bertemu setiap hari dengan Biru di sebuah tempat bimbingan belajar favorit di kota itu.
Masih belum ada yang istimewa..

Sampai suatu sore, aku papasan ditempat parkir dengan Biru, pandangan kami bertemu, itulah pertama kalinya aku bertatapan dengan Biru, saat memandang ke dalam matanya ada yang bergetar di dalam sini, dan aku tidak tahu itu apa.

“Hai..” sapaku
“Hai juga.”  Biru tersenyum lembut sekilas, tapi sungguh senyumnya membuat aku salah tingkah.
Aku membenikan diri..
“Aku Samudra, panggil aja Sam, kita sekelas tapi nggak kenal..”
“Aku Biru..”

Sejak perkenalan itu, selain di tempat les, kami sering bertemu tanpa disengaja, di toko buku, di toko kaset, di taman bacaan, di lapangan olah raga umum.

Biru sipecinta basket.

Ntah mulai dari mana, aku makin dekat dengan Biru. Biru yang periang. Biru yang tidak pernah kehabisan ide. Dengannya aku bisa tertawa sekeras-kerasnya.

Setiap hari minggu, sepulang dari Gereja aku menjemput Biru dari mentoring di ITB (sejenis sekolah minggu mungkin kalo di agamaku).

Aku mulai sering rindu tawanya. Kejahilannya. Ide-ide segarnya. Tidak pernah sekalipun aku merasa bosan ada di sampingnya.

Aku masih ingat ketika dengan halus Ia menepis tanganku, saat tanganku hendak menyentuh pipinya ketika dia menangis.
Biru tidak pernah membiarkan aku menyentuhnya.  Dia menyampaikannya begitu halus, kenapa dia tidak mau disentuh. Alasan yang tidak aku pahami pada mulanya, muhrim, khalwat, dan lain-lain. setelah aku kenal Raffa barulah aku mengerti.
salahkah aku semakin ingin memilikinya.

Isakku tak dapat ku tahan lagi. Aku sangat merindukan Biru.
Aku tahu ini sangat cengeng, tapi seolah-olah biru sudah masuk kedalam darahku, menyatu dengan hatiku, pikiranku. Hah! Ini sungguh gila!

Terakhir aku melihatnya lima tahun yang lalu sebelum aku memutuskan lari dari rumah suatu malam di mana untuk pertama kalinya tangan Dad menyentuh pipiku! Lebih tepatnya menampar pipiku!
Hardikkannya masih terngiang ditelingaku!

“Mempelajari Islam?!”
“Apa maksud kamu?!!”
“Tidak!”

Rasa sakit di wajahku tidak seberapa, tapi sakit di dalam sini yang tak terhingga.
Memang aku yang bersalah. Aku melakukan sebuah kesalahan yang tak termaafkan. Aku pantas untuk mendapat tamparan dari Dad.

Aku begitu merindukannya. Biru…!
Kenangan akan Biru mengusikku kembali.

Lima tahun sudah semuanya Berlalu. Dalam lima tahun itu aku tidak pernah berhenti mencari tahu tentang Biru. Aku tahu persis dimana dia berada. Aku tahu betul dia sekolah dimana. Aku tahu betul Biru tidak memiliki kekasih, sampai dengan hari ini. Dan benar atau tidak, aku yakin masih ada cinta untukku di hatimu.

Sempat terlintas untuk menelponnya saat aku akan diambil sumpah. Seandainya Biru tahu, aku berhasil jadi Dokter.  Tapi aku belum sempat berbuat untuk sesame melalui profesiku.
Ntahlah Biru..

Aku memang seorang laki-laki yang egois, aku tidak mudah bergaul, aku tidak punya banyak teman. Aku terlalu sombong dan angkuh untuk menunjukkan bahwa aku membutuhkan seseorang.
Aku memang terbiasa mandiri. Dan aku mampu melakukan apapun sendiri. Sangat mampu. Yang aku tidak mampu lakukan adalah… berhenti mencintaimu.
Berhenti memikirkanmu.
Aku bukan orang yang cengeng Biru, kamu tahu seumur hidupku, baru tiga kali aku menangis.
Tapi hari ini sudah lebih dari dua kali aku menagis. Hari ini saja. Aku kesepian Biru..

Semakin deras isakku. Aku raih ponselku, kutekan sederet nomor yang sudah sangat aku hafal. Hanya saja aku tidak sanggup untuk menyimpannya di dalam phone bookku.

“Halloo.. Assalamualaaikuum…”
“Hallo… siapa ini”   ………………………………

Bergetar hatiku mendengar suara yang sudah sangat aku kenal, aku tidak bisa berkata apa-apa.

Dinginnya AC ruangan kamarku membuat hatiku semakin dingin dan membeku.
Ku hisap rokok terakhirku, pahit. Sepahit apa yang aku rasakan saat ini. Hatiku berdarah.

Dengan pakaian lengkap, kubiarkan air dingin deras dari shower membasahi rambut dan seluruh tubuhku.
Cairan hangat semakin deras mengalir di pipiku bersatu dengan pancaran air shower.
Kelepaskan tangisku sekuatnya, isak yang tadi kutahan pecah sudah. Membuat guncangan di bahuku. Lebih dari satu jam aku menangis di bawah shower.
Ku kenakan handuk untuk membungkus badanku yang mulai mengigil. Handukku langsung basah seketika, dari baju yang aku kenakan.

Sayup-sayup terdengar suara adzan. Hampir setiap subuh aku mendengarnya, karena belum sempat memejamkan mata dan tertidur.
Malam-malam yang panjang kulewati dengan kerja dan kerja mengejar deadline tulisan-tulisanku. Sejak mengenal Biru aku mulai suka menulis dan sanggup menghabiskan waktu berjam-jam di depan laptopku. Beberapa karyaku bertebaran diluar sana.

Suara adzan itu tidak pernah sekalipun membuat aku beranjak untuk shalat. Aku merasa Tuhan tidak adil, setelah aku masuk Islam, setelah aku belajar banyak hal tentang Islam, setelah aku merasakan perihnya tamparan Dad dipipiku. Setelah itu semua. Tuhan tetap saja tidak Bisa mempersatukan aku dengan Biru.
Biru tetap jauh, bahkan semakin jauh, dan semakin sulit aku jangkau.

Ntah kenapa, pagi ini aku begitu rindu shalat. Sesaat aku ragu, masih hafalkah aku bacaan shalat?

Apa benar yang dikatakan Raffa bahwa aku belum kaffah!
Apa itu kaffah?!
Apa benar aku tertarik Islam karena aku menginginkan Biru?!

Air wudlu membasahi wajah sembabku, ku ambil sajadah berwarna biru.
Aku rentangkan dengan lembut di atas karpet, lagi-lagi berwarna Biru.


Aku angkat kedua tanganku.
Aku menyebut nama-NYa..
Bergetar hatiku ketika nama-Nya.
Tidak aku duga, bacaan shalat masih melekat kuat dalam ingatanku.
Ruku.
Sujud.
sujud.

Rakaat pertamaku lancar.
Rakaat kedua, agak terbata-bata, suaraku tersekat ditenggorokan, saat cairan bening mulai terasa hangat di kedua pipiku.
Aku meleleh, berserah diri sepenuhnya.
Aku serahkan diriku, hidupku dan segala asa yang ada kepada Tuhan, pemilik hidupku.

Aku mohon ampunan atas segala dosa, pengkhianatan dan pengingkaranku akan kehadiran dan cinta-Nya selama ini, begitu lama aku berpaling dari-Nya.
Begitu lama aku melupakan-Nya. Begitu lama aku hidup dalam kesendirianku tanpa memperdulikan dan tanpa mengingat-Nya.
Angkuh!
Arogan!
Aku pura-pura dungu!
Pura-pura tidak tahu siapa pemilik hidupku.
Begitu lama aku terlena dan menggantungkan harapan pada Biru yang juga hanya sekedar makhluknya, sama dengan aku. Sama dengan yang lain.

Sujud terakhirku begitu lama, begitu dalam. Aku sungguh-sungguh merasakan kehadiran-Nya, keindahan berdua saja bersama-Nya. Begitu terasa tangan kasih-Nya, mendekapku penuh cinta.
Inilah cinta yang selama ini aku cari, Membuatku makin meleleh dalam rasa damai.
Begitu ringan rasanya tubuhku. Begitu ringan rasanya kepalaku. Beban yang selama ini menghimpitku hilang seketika. Sesak di dadaku hilang dalam sekejap.

Maafkan aku Tuhan…
Seandainya aku tau bagaimana keindahan dan kenikmatan yang tak terhingga saat bersama-Mu ini sejak lama.
Tidak akan pernah aku berpaling.
Tidak akan pernah aku mendustakan kasih dan cinta-Mu.
Nyaman tak terhingga, damai yang utuh. Penuh, menyeluruh.

Masih dalam sujud terakhirku.
Hening.
Suasana dalam ruangan kamarku hening. Hanya terdengar detak jam dinding.
Aku masih sujud dan enggan melepaskan hangat dan damainya berada dalam dekapan-Nya.
Kubiarkan diriku disana, dalam sujud panjangku.
Perlahan aku rasakan sosok Biru menjauh.
Menjauh..
Tapi…
Dia tersenyum, senyuman yang sudah sangat aku kenal.

Apa betul yang aku rasakan ini namanya ikhlas seperti yang dikatakan Raffa.
Hening…
Tak kudengar lagi suara detak jam dinding kamarku.
Tak kudengar lagi suara isak lembut karena bahagia.

***

Biru, pagi ini aku ada di Bandara Soekarno Hatta. Aku akan pergi menunaikan tugasku.
Aku harus pergi ke Daerah untuk mengabdikan diriku, mengamalkan ilmuku, banyak mereka yang membutuhkan uluran tanganku.
Biru, aku sudah menitipkanmu pada Tuhan. Aku sudah melepaskanmu, bukan berarti aku melupakanmu.
Aku berani melepasmu, karena-Nya.
Berani bukan berarti tidak takut, Biru. Tapi ini pilihanku.
Dan aku harus memilih.
Benar apa yang kamu katakan, saat itu aku membiarkan kakiku terus berjalan, hingga ketengah, dan aku terluka oleh goresan karang saat aku ingin kembali.  
Biru, aku akan ke Yogya, disana aku akan mulai semuanya dari awal, aku akan melakukan banyak hal untuk saudara kita yang sedang menerima indahnya ujian dari Tuhan..

Biru, ini terakhir kalinya aku menulis tentang perasaanku padamu.
Mungkin aku tidak akan pernah menulis lagi.
Aku hanya akan menulis betapa indahnya mencintai yang seharusnya kita cintai..
Yaitu mencintai-Nya, Biru..
Mencintai Tuhan kita..
Aku bersyukur Tuhan telah merengkuhku, dengan caran-Nya sendiri yang begitu unik, yang tidak pernah kita sangka, tidak pernah kita duga.
Aku merasa Tuhan bicara padaku melalui sederhananya kamu, bersahajanya kamu, polosnya kamu, apa adanya kamu..
Terima kasih Tuhan..
sudah saatnya ku kembalikan semua kepada Engkau, Tuhan.

         
***
Petugas kebersihan bandara itu, menutup lembar terakhir buku bersampul biru dengan gambar Tulip  kecil sebagai hiasan covernya.
Tangan tuanya itu menyeka air mata yang membasahi wajah penuh garis-garis.

Dengan kaki yang mulai terasa kesemutan, dia mencoba berdiri.
Dibukanya lemari pakaian tuanya, buku itu diselipkan dengan hati-hati diantara beberapa lembar pakaiannya yang terlipat rapi tapi sudah sangat usang. Diusapnya dengan lembut buku itu.
Sekarang Ia tahu buku itu sengaja ditinggalkan, mungkin Sam sudah memiliki buku Biru yang baru.

Direbahkan tubuhnya diatas tikar, sebait doa lembut nan tulus terdengar lirih dari bibir tuanya, untuk seorang Sam, pemuda yang tidak pernah dikenalinya. Doa yang tulus, doa yang tanpa pamrih. Terpujilah cintamu Sam,  engkau kembalikan pada satu-satunya Dzat yang memang layak kamu cintai sepenuhnya.
Semoga, Tuhan mempertemukanmu Dengan Biru dalam satu ikatan suci kelak, ah seandainya Biru tau bahwa Sam sudah menjadi seorang muslim sejak lama.


 

BACK TO : PINXY GALERY "HOME-PAGE".